Kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 rute Surabaya-Singapura pada 28
Desember 2014 menjadi tragedi terburuk di penghujung tahun 2014. Kecelakaan ini
tak hanya memberi kabar duka bagi keluarga korban, namun sekaligus membuka
kebobrokan dan keburukan sistem manajamen transportasi udara di Indonesia.
Penerbangan QZ8501 dianggap ilegal karena menyalahi izin rute yang
diberikan oleh Kemenhub. Izin yang dikeluarkan Kemenhub terhadap Air Asia rute
Surabaya-Singapura tidak tercantum hari Minggu, namun hari sebelumnya yaitu
Sabtu. Kasus ini memperlihatkan bagaimana tidak sinkronnya antara pihak
otoritas bandara dengan Kemenhub selaku regulator sehingga bisa kecolongan. Hal
ini menunjukkan pengawasan dari Kemenhub sangatlah kurang.
Kembali ke topik, berita mengenai asuransi pertanggungan korban
kecelakaan pesawat mulai mencuat ketika jenazah korban mulai ditemukan. Di
beberapa berita disebutkan bahwa asuransi bagi korban kecelakaan transportasi
udara adalah senilai 1,25 miliar rupiah per orang. Saya sendiri juga terkejut
melihat nominal yang cukup besar.
Pada pengumumannya, Kemenhub menyatakan bahwa nominal dan segala hal yang berkaitan dengan pertanggungan pihak maskapai apabila terjadi kecelekaan ada pada Peraturan Menteri No 77 tahun 2011. Segala hal yang berkaitan dengan pertanggungan maskapai terhadap pesawat dan isinya (baik penumpang maupun bagasi) ada disana.
Pada pengumumannya, Kemenhub menyatakan bahwa nominal dan segala hal yang berkaitan dengan pertanggungan pihak maskapai apabila terjadi kecelekaan ada pada Peraturan Menteri No 77 tahun 2011. Segala hal yang berkaitan dengan pertanggungan maskapai terhadap pesawat dan isinya (baik penumpang maupun bagasi) ada disana.
Selang beberapa waktu, karena
penasaran, saya pun mendownload Permen tersebut yang ditandatangani oleh
Menteri Perhubungan saat itu, yaitu Freddy Numberi. Disitu memang tertuang
jelas segala kewajiban maskapai penerbangan berkaitan dengan pertanggungan
keselamatan penumpang dan barang.
Berikut beberapa pasal yang ada dalam Permen tersebut
Pasal 3
Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang
yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-Iuka sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 huruf a ditetapkan sebagai berikut:
a. penumpang yang meninggal dunia di dalam
pesawat udara karena akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang
semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara diberikan ganti kerugian sebesar
Rp. 1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) per
penumpang;
b. penumpang yang meninggal dunia akibat
suatu kejadian yang sematamata ada hubungannya dengan pengangkutan udara pada
saat proses meninggalkan ruang tunggu bandar udara menuju pesawat udara atau pada
saat proses turun dari pesawat udara menuju ruang kedatangan di bandar udara
tujuan dan/atau bandar udara persinggahan (transit) diberikan ganti kerugian
sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) per penumpang;
c. penumpang yang mengalami cacat tetap,
meliputi :
1) penumpang yang dinyatakan cacat tetap
total oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja
sejak terjadinya kecelakaan diberikan ganti kerugian sebesar
Rp.1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah) per penumpang;
dan
2) penumpang yang dinyatakan cacat tetap
sebagian oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari
kerja sejak terjadinya kecelakaan diberikan ganti kerugian sebagaimana termuat dalam
lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
d. Cacat Tetap Total sebagaimana dimaksud
pada huruf c angka 1 yaitu kehilangan penglihatan total dari 2 (dua) mata yang
tidak dapat disembuhkan, atau terputusnya 2 (dua) tangan atau 2 (dua) kaki atau
satu tangan dan satu kaki pada atau di atas pergelangan tangan atau kaki, atau
Kehilangan penglihatan total dari 1 (satu) mata yang tidak dapat disembuhkan
dan terputusnya 1 (satu) tangan atau kaki pada atau
di atas pergelangan tangan atau kaki.
BAB III
WAJIB ASURANSI TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
Pasal 16
(1) Tanggung jawab pengangkut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 wajib diasuransikan kepada perusahaan asuransi dalam
bentuk konsorsium asuransi.
(2) Bentuk Konsorsium bersifat terbuka
kepada seluruh perusahaan asuransi yang memenuhi syarat dan perizinan untuk
dapat berpartisipasi dalarn program Asuransi Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan
Udara.
(3) Untuk kepentingan Badan Usaha Angkutan
Udara sebagai pemegang polis dan/atau tertanggung, maka penutupan asuransi dan
penanganan penyelesaian klaim Asuransi Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara
dilakukan dengan menggunakan jasa keperantaraan perusahaan pialang asuransi.
(4) Perusahaan asuransi sebagai anggota
konsorsium asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan
asuransi tanggung jawab pengangkut angkutan udara kepada Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pengawasan perasuransian.
(5) Nilai pertanggungan asuransi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 'sekurang-kurangnya harus sama dengan jumlah
ganti kerugian yang ditentukan dalam Peraturan ini.
(6) Premi asuransi untuk menutup nilai
pertanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
perhitungan yang layak sesuai prinsip asuransi yang sehat.
(7) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 16 ayat 1, 2 dan 3 tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri.
Dari situlah
jumlah pertanggungan sebesar tersebut yang harus dibayarkan oleh pihak
asuransi. Pihak asuransi hanya mengikuti peraturan dari Kementerian mengenai
jumlah tersebut karena sudah diatur di dalamnya.
Semoga
bermanfaat......
No comments:
Post a Comment