Sebuah kabar
mengejutkan datang dari Kementerian Perhubungan Indonesia, Ignasius Jonan. Pak
Menteri menyatakan akan memberikan batas bawah tarif penerbangan di Indonesia,
dimana harganya akan dipatok minimal 40% dari tarif batas atas. Kemenhub
memberikan alasan bahwa penerbangan murah kurang memperhatikan aspek keamanan
dan keselamatan penumpang di dalamnya. Hal ini seperti dikutip dari CNN
Indonesia.
“Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri
Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan kebijakan penghapusan
tiket penerbangan murah lebih untuk menertibkan masalah regulasi dan izin
penerbangan.
"Tapi yang penting bukan penghapusan tiket murah, seperti yang Pak Menteri Jonan katakan. Yang penting itu tentang keselamatan," ujar Sofyan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (7/1).
Menteri Sofyan mengakui bahwa tiket penerbangan murah adalah bagian dari model bisnis. Dengan tiket yang terjangkau, lebih banyak orang yang bisa naik pesawat terbang dan akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.
Tapi menurut Sofyan, kebijakan pengaturan tarif batas bawah tiket penerbangan minimal 40 persen dari tarif batas atas, lebih untuk menertibkan masalah regulasi dan izin penerbangan. "Saya pikir itu bagian dari upaya peningkatan keselamatan," kata Sofyan.
Khusus untuk regulasi penerbangan, Sofyan menilai harus dilakukan pengecekan secara komprehensif agar keselamatan penerbangan bisa ditingkatkan. "Dan di saat yang sama industri penerbangan murah berkembang sangat cepat. Cepat oke, tapi yang penting keselamatan," ucap dia.
Sofyan mengatakan pemerintah juga harus memikirkan perkembangan multimoda transportasi. "Karena kalau cepat pertumbuhannya, akibatnya matinya industri alternatif, misalnya di darat dan laut," ujar Sofyan. Oleh sebab itu, kata dia, kebijakan komprehensif harus dijaga dan ditingkatkan.
Sebelumnya Menteri Perhubungan Ignasius Jonan telah menandatangani Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur kebijakan tarif batas bawah minimal 40 persen dari tarif batas atas. Dengan demikian, tidak ada lagi maskapai penerbangan nasional yang bisa menjual tiket murah sebagai bagian dari program pemasarannya.
Jonan berpendapat maskapai yang menjual tiket terlalu murah berpotensi mengabaikan aspek keselamatan penerbangan. "Tujuannya adalah kewajaran harga tiket tersebut bisa mempertahankan unsur keselamatan dengan baik," kata Jonan di Kementerian Perhubungan. “
Reaksi negatif pun langsung bermunculan menanggapi Permen baru ini. Banyak yang menilai kebijakan ini terlalu gegabah dan tidak dikaji secara mendalam. Kebijakan ini muncul setelah adanya kecelakaan pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan QZ8501 rute Surabaya-Singapura pada hari Minggu 28 Desember 2014.
"Tapi yang penting bukan penghapusan tiket murah, seperti yang Pak Menteri Jonan katakan. Yang penting itu tentang keselamatan," ujar Sofyan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (7/1).
Menteri Sofyan mengakui bahwa tiket penerbangan murah adalah bagian dari model bisnis. Dengan tiket yang terjangkau, lebih banyak orang yang bisa naik pesawat terbang dan akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.
Tapi menurut Sofyan, kebijakan pengaturan tarif batas bawah tiket penerbangan minimal 40 persen dari tarif batas atas, lebih untuk menertibkan masalah regulasi dan izin penerbangan. "Saya pikir itu bagian dari upaya peningkatan keselamatan," kata Sofyan.
Khusus untuk regulasi penerbangan, Sofyan menilai harus dilakukan pengecekan secara komprehensif agar keselamatan penerbangan bisa ditingkatkan. "Dan di saat yang sama industri penerbangan murah berkembang sangat cepat. Cepat oke, tapi yang penting keselamatan," ucap dia.
Sofyan mengatakan pemerintah juga harus memikirkan perkembangan multimoda transportasi. "Karena kalau cepat pertumbuhannya, akibatnya matinya industri alternatif, misalnya di darat dan laut," ujar Sofyan. Oleh sebab itu, kata dia, kebijakan komprehensif harus dijaga dan ditingkatkan.
Sebelumnya Menteri Perhubungan Ignasius Jonan telah menandatangani Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur kebijakan tarif batas bawah minimal 40 persen dari tarif batas atas. Dengan demikian, tidak ada lagi maskapai penerbangan nasional yang bisa menjual tiket murah sebagai bagian dari program pemasarannya.
Jonan berpendapat maskapai yang menjual tiket terlalu murah berpotensi mengabaikan aspek keselamatan penerbangan. "Tujuannya adalah kewajaran harga tiket tersebut bisa mempertahankan unsur keselamatan dengan baik," kata Jonan di Kementerian Perhubungan. “
Reaksi negatif pun langsung bermunculan menanggapi Permen baru ini. Banyak yang menilai kebijakan ini terlalu gegabah dan tidak dikaji secara mendalam. Kebijakan ini muncul setelah adanya kecelakaan pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan QZ8501 rute Surabaya-Singapura pada hari Minggu 28 Desember 2014.
Reaksi
negatif pertama ditunjukkan KPPU yang menilai Pemerintah terlalu gegabah di
dalam mengambil kebijakan ini. Tak sedikit pula yang berkomentar di jejaring
sosial ataupun forum-forum yang mempertanyakan kebijakan ini. Mari kita lihat
salah satu komentar di facebook.
“*Bagaimana tiket 0 rupiah bisa ada?
Bagaimana sih, kok bisa-bisanya, ada
maskapai yang menjual tiket 0 rupiah? Tidak masuk akal dong? Jawabannya: masuk
akal. Kalau situ tidak bisa memahaminya, bukan berarti sesuatu itu tidak masuk
akal. Akan saya jelaskan dengan cara awam urusan ini.
Apa sih itu yang disebut Low Cost
Airlines (LCC)? Itu artinya, maskapai yang mengoperasikan penerbangannya dengan
biaya rendah. LCC itu maksudnya efisien. Bukan murahan. Air Asia misalnya,
bagaimana mereka disebut LCC?
Kita bahas dengan contoh paling
simpel. Pramugari dan pramugara. Kalau kalian naik Garuda, flight terakhir ke
Bandung-Surabaya misalnya, maka itu pramugari dan pramugaranya akan menginap di
hotel (rata2 bintang 4). Itu tentu saja butuh biaya semua, biaya hotel,
jemputan, makan, uang saku, dsbgnya. Air Asia tidak, mereka membuat skedul
penerbangan sedemikian rupa sehingga pramugari yang bertugas di pesawat, pada
flight terakhir kembali ke kota asal mereka. Pramugari ini bisa kembali ke
rumah masing2, dan tidak perlu biaya hotel, untuk bertugas kemudian. Atau dalam
strategi lain, mereka menyediakan mess yang sama baiknya sebagai pengganti
hotel. LCC mengatur hal seperti ini dengan baik, rapi, hingga mereka bisa
memangkas banyak biaya operasional. Mereka mengatur efisiensi boarding,
efisiensi staf operasional, cara memesan tiket, dsbgnya. TAPI mereka tidak
memangkas biaya SAFETY. Keliru sekali kalau ada yang mikir, LCC itu
menyepelekan keselamatan. Tidak ada yang bisa dipangkas dari safety.
LCC juga menjual tiket dengan
pendekatan "apa yang situ butuhkan"? Situ hanya bawa bagasi tas
ransel, maka tidak perlu membeli bagasi 20kg, apalagi 40kg. Buat apa? Apakah
situ butuh duduk di kursi paling nyaman? Jika iya, maka monggo nambah bayarnya.
Mau masuk pesawat paling dulu? Silakan, nambah lagi bayarnya. Mau makan? Juga
nambah lagi bayarnya. Silahkan saja total-totalkan semuanya, jatuhnya tidak akan
beda dengan maskapai lain. Tapi dengan adanya pilihan seperti ini, penumpang
bisa terbang lebih efisien. Bukan kayak ngirim paket lewat kurir, mau suratnya
hanya 10gram, mau 990gram, sama2 dihitung 1 kg oleh kurir.
Nah, LCC juga khas dengan promo harga.
Apa itu? Begini, dek. Misalkan pesawat itu ada 100 kursi. Maka, mau isi pesawat
itu 20 orang, mau 100 orang pol, tetap saja sama biayanya bagi maskapai. Jadi,
mereka peduli dengan tingkat okupansi alias keterisian sebuah pesawat. Mereka
riset, dan tahu, oh, okupansi kita ini rata2 di 90% saja. Ada sisa 10% yang
selalu kosong. Maka, digelarlah promo harga. Jauh-jauh hari, jika Anda beli
tiket untuk tahun depan, kami kasih 0 rupiah. Tapi itu hanya untuk 1-2 kursi
saja. Karena toh, mau ada promo atau tidak rata-rata memang 90% terisi, mending
promo, sekaligus bikin happy calon penumpang. Bagi maskapai itu adalah trik
sederhana sekali. Tidak merugikan mereka. Toh 10 kursi itu secara rata2 memang
akan tersedia alias kosong. Kecuali di masa2 sibuk (peak season), tidak akan
ada itu promo, bahkan harga tiketnya bisa lebih mahal dibanding Garuda.
Tiket promo ini sangat penting bagi
jutaan backpacker di seluruh dunia. Bukan hanya kalian Pak Pejabat saja yang
mau naik pesawat.
Jadi, harga tiket murah itu bukan
dosa! Bukan maksiat. Tidak berarti murahan safetynya. Catat baik2, Air Asia itu
dapat penghargaan: The World's Best Airlines untuk kategori Low Cost Airlines.
Mereka 5 tahun berturut2 memenangkan penghargaan bergengsi itu, 2010, 2011,
2012, 2013, 2014. Itu adalah penghargaan paling top. Garuda saja yang baru
dapat tahun2 terakhir dalam kategori berbeda, bangganya minta ampun. Masa'
maskapai yang sudah dapat berkali2, dianggap hina dina, tidak ada hargaya sama
sekali. Seolah sistem, prosedur maskapai Air Asia itu jelek semua. Air Asia itu
juga korban, mana ada maskapai yang mau pesawatnya jatuh.
Saya kecewa sekali dengan kebijakan
pemerintah soal jatuhnya pesawat Air Asia ini. Bukannya mereka bergegas membuka
habis2an apa yang sebenarnya terjadi di kementerian perhubungan. Kenapa ada
izin hantu. Kenapa-kenapa, semua dibongkar habis2an regulasi, peraturan,
dsbgnya. Eh malah bergegas sebaliknya. Hellowww... kotak hitam belum ditemukan,
KNKT masih jauh dari memberi kesimpulan, Anda sudah membuat keputusan: tidak ada
lagi tiket murah penerbangan.
Aduh, dek, penerbangan murah tidak
identik dengan safety murahan. Harga promo tidak identik dengan promo
keselamatan. Kalau begini caranya, ada teman yg bergurau bilang, kasus ini sama
persis kayak orang ngeluh pusing migren, malah dikasih obat cacing. Sakitnya
apa, obatnya apa. Tapi perumpamaan kawan saya ini sih belum nendang, menurut
saya, kasus ini ibarat: ada orang ngeluh pusing migren, belum selesai
didiagnosis, kita sudah langsung teriak (dengan gaya marah-marah sambil diliput
wartawan):
"Kasih Mastin. Pasti good!"
Jaka sembung naik ojek, nggak
nyambung, jek! Batalkan rencana kebijakan kalian mengatur tarif bawah
penerbangan.”
Komentar di
atas berasal dari pengguna facebook dengan nama akun darwistereliye . Postingannya bisa dilihat di link tadi.
Penjelasan secara awam dan logis tadi seakan menjadi protes keras dari para
pengguna LCC (Low Cost Carrier) ini. Postingan ini sendiri mendapat komentar
lebih dari 500 orang.
Pro dan
kontra memang menghiasi kebijakan yang diambil pak menteri ini. Sehingga
pertanyaan pun bermunculan, apakah harga tiket memang berkorelasi langsung
dengan kualitas keamanan dan keselamatan penumpang penumpang? Apakah dengan
harga tiket pesawat yang lebih mahal akan menjamin pesawat lebih aman?
Saya sendiri
tidak mampu berkomentar lebih banyak, karena belum pernah naik pesawat. Namun
dari opini pribadi, sangat menyayangkan kebijakan ini. Karena sebelumnya saya
dan teman-teman pernah merencanakan untuk melakukan wisata backpaker ke negara
tetangga yaitu Malaysia dan Singapura. Kami merasa tertarik dengan tiket promo
yang banyak ditawarkan oleh Air Asia, karena dengan menghemat ongkos
transportasi, maka biaya uang saku akan lebih banyak. Namun rencana ini urung
terlaksana karena uang saku keburu terpakai hehe.
Sepertinya pak Menteri harus menarik kembali kebijakan
ini. Bukan merasa lebih pintar atau bagaimana, tiket murah merupakan hak
konsumen (terutama bagi yang memiliki dana terbatas) untuk bisa pergi
menggunakan jasa transportasi udara. Kalau tiket promo ditiadakan, kita naik
apa? Beli tiket lebih mahal? Beralih ke kapal laut? Ya sudahlah ditunggu
saja.....
No comments:
Post a Comment